Hak Jawab dan Hak Koreksi dalam Pers

Media pers merupakan salah satu bagian penting untuk menjamin demokrasi berjalan sebagaimana dicita-citakan bangsa Indonesia. Pers menjadi penyambung lidah masyarakat agar dapat menyampaikan keinginannya, harapannya kepada pemegang kekuasaan yang sulit dijangkau semua orang. 

Sebaliknya melalui media pula, negara oleh pemerintahan dapat mengabarkan segala rupa kebijakan dan mengetahui kondisi sosial masyarakat dari semua lapisan. Secara benar dan terverifikasi. 

Sehingga pers dalam negara demokrasi menjadi pengontrol kewajiban  negara kepada rakyat, dan pemenuhan hak warga negara.

Dengan perannya yang penting, dalam menjalankan aktifitasnya, Pers mesti berpedoman pada Kode Etik Jurnalistik. Namun pada pelaksaan kerja Pers, tak luput dari kekeliruan atau terdapat fakta yang dapat merugikan salah satu pihak. 

Jika terjadi demikian, upaya apa yang dapat dilakukan pembaca atau pemirsa atau pendengar? UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers, khususnya Pasal 5 Ayat (2) dan (3) telah mengatur ketentuan bahwa pers wajib melayani Hak Jawab dan Hak Koreksi. 

Apa bedanya Hak Jawab dan Hak Koreksi? 

Hak Jawab adalah hak seseorang atau sekelompok orang untuk memberikan tanggapan atau sanggahan terhadap pemberitaan berupa fakta yang merugikan dirinya. Jadi kata kuncinya, yang dapat meminta Hak Jawab adalah mereka yang dirinya dirugikan akibat fakta yang disuguhkan dalam berita. 

Sementara Hak Koreksi adalah hak setiap orang untuk mengoreksi atau membetulkan kekeliruan informasi yang diberitakan oleh pers, baik tentang dirinya maupun tentang orang lain. Sehingga untuk Hak Koreksi dapat berasal dari siapa saja yang mengetahui adanya kekeliruan informasi yang diberitakan. 

Selanjutnya, bagi pihak yang merasa dirugikan atas kekeliruan atau pelanggaran kode etik dalam pemberitaan dapat menempuh upaya Hak Jawab.  Pilihannya ada dua.

Pertama
Mengajukan Hak Jawab berisi sanggahan dan tanggapan secara tertulis (termasuk digital ) kepada pers yang bersangkutan, kemudian ditembuskan ke Dewan Pers. Dengan catatan dalam ketentuan Pasal 10 Peraturan Dewan Pers No. 9/Peraturan-DP/ X/2008 tentang Pedoman Hak Jawab, Pihak yang mengajukan Hak Jawab wajib memberitahukan informasi yang dianggap merugikan dirinya baik bagian per bagian atau secara keseluruhan dengan data pendukung. 

Kemudian dalam Pasal 13 Pedoman Hak Jawab, Hak Jawab dilakukan secara proporsional.

Artinya :
-dapat dilakukan baik bagian perbagian atau secara keseluruhan dari informasi yang dipermasalahkan; 
-dilayani di tempat yang sama, contoh jika media cetak maka diletakkan pada rubrik/sajian yang sama dari informasi yang dipermasalahkan, kecuali disepakati kedua pihak; 
-bentuk hak jawab disepakati para pihak dapat dilayani dalam bentuk ralat, wawancara, profil, features, liputan, talkshow, pesan berjalan, komentar media siber atau format lain yang bukan iklan;
-pelaksanaan Hak Jawab dilakukan harus dilakukan secepatnya, atau pada kesempatan pertama sesuai pada sifat pers bersangkutan;
-hanya dilakukan sekali tiap pemberitaan;
-dan dalam hal teradapat kekeliruan atau ketidakakuatan fakta yang menghakimi, fitnah dan atau bohong, pers harus meminta maaf.

Hak Jawab merupakan hak yang mesti dilayani Pers. Sehingga Pers tidak dapat menolak isi Hak Jawab, kecuali :
-panjang/ durasi/ materi hak jawab melebihi pemberitaan atau karya jurnalistik yang dipersoalkan; 
-memuat fakta yang tidak terkait pemberitaan atau karya jurnalistik yang dipersoalkan; 
-pemuatannya dapat menimbulkan pelanggaran hukum; 
-dan bertentangan dengan kepentingan pihak ketiga yang harus dilindungi secara hukum.

Terkait isi Hak Jawab, Pers dapat melakukan editing sesuai dengan prinsip-prinsip pemberitaan atau karya jurnalistik, namun tetap tidak mengubah substansi dan makna Hak Jawab yang diajukan. 

Dalam mekanisme Hak Jawab mengenal masa daluwarsa. Yakni Hak Jawab dianggap tidak berlaku lagi jika setelah 2 (dua) bulan sejak berita atau karya jurnalistik dipublikasikan, sementara pihak yang dirugikan tidak mengajukan Hak Jawab, kecuali atas kesepakatan para pihak. 

Kedua, Upaya lainnya yang dapat ditempuh, yakni melakukan pengaduan langsung ke Dewan Pers sebagaimana diatur dalam Pasal 15 Ayat (2) huruf d UU Pers. Bahwa Salah satu fungsi Dewan Pers adalah memberikan pertimbangan dan mengupayakan penyelesaian pengaduan masyarakat atas kasus-kasus yang berhubungan dengan pemberitaan pers. 

Tugas dan fungsi Dewan Pers itu ditegaskan dalam Pasal 17 Pedoman Hak Jawab bahwa Sengketa mengenai pelaksanaan Hak Jawab, diselesaikan melalui Dewan Pers.  

Pengaduan terhadap media tertentu atas pemberitaan yang dinilai merugikan dilakukan dengan menyertakan surat pengaduan dengan wajib mencantumkan identitas diri dan print out atau kliping berita-berita yang akan diadukan.

Pengaduan dapat diajukan secara tertulis atau mengisi formulir pengaduan yang disediakan Dewan Pers. Pengaduan ditujukan kepada Dewan Pers yang beralamat Gedung Dewan Pers, Lantai 7-8, Jalan Kebon Sirih No. 32-34, Jakarta 10110. Telepon: 021-3504875,77 , faksimili: 021-3452030, Surel :pengaduan@dewanpers.or.id, atau sekretariat@dewanpers.or.id.


--Salam Kamoes Rantau--

Sumber :

  1. UU No. 40 Tahun 1999 Tentang Pers
  2. Peraturan Dewan Pers No. 9/Peraturan-DP/ X/2008 tentang Pedoman Hak Jawab
  3. Peraturan Dewan Pers No. 03/Peraturan-DP/ VII/2017 Tentang Prosedur Pengaduan ke Dewan Pers




Komentar

Populer Post

An Nadzir dan Idul Fitri

Masyarakat Pojok Makassar

Ternak Masuk Lahan Tetangga Kena Denda, Setuju?