UU CIPTA KERJA DAN PERJANJIAN KERJA PERBURUHAN

ilustrasi/freepik.com
Pengesahan UU Cipta Kerja membawa sektor perburuhan ke arah yang baru. Beleid anyar ini mengubah pengaturan pada hubungan industrial di tanah air. Salah satunya pengaturan tata cara perjanjian kerja. 

UU Sapu jagat ini banyak menimbulkan kemarahan pekerja sejak sebelum diketok. Penyebabnya pengaturan di dalamnya dipercaya hanya mengakomodir kepentingan pengusaha sahaja.

Misalnya pengaturan mengenai kontrak kerja pada perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) yang kini bisa dilakukan dengan lisan.  Pasal 2 ayat (2)  PP 35 tahun 2021 Tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih Data, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat, dan Pemutusan Hubungan Kerja, menyebutkan perjanjian kerja dibuat secara tertulis atau lisan. 

Pengaturan perjanjian kerja itu membuka cela bagi pengusaha untuk mempekerjakan pekerja tanpa adanya perjanjian tertulis. Padahal jika mengacu pada pengaturan sebelumnya, perjanjian kerja pada sistem kerja PKWT, hanya boleh dilakukan secara tertulis. Konsekuensi jika melanggar syarat tersebut, pekerja demi hukum berstatus pekerja tetap atau PKWTT.

Sayangnya pada PP turunan UU Cipta Kerja saat ini, ketentuan itu diperluas. Sehingga pengusaha diberi keleluasaan untuk mempekerjakan pekerja tanpa kontrak tertulis.  Di sisi lain, peraturan ini tidak memberi pengaturan yang jelas terhadap perjanjian kerja yang dilakukan secara lisan. Pasal pasal 2 ayat (3) PP ini hanya memberikan pengaturan terhadap perjanjian kerja yang dilakukan secara lisan. 

Apakah Pekerja dengan Perjanjian Lisan Dapat Perlindungan Hukum?

Artur Lewis (Introduction to Business law, 1998), menyebut syarat agar salah satu pihak dapat menuntut suatu kontrak adalah sejauh mana dia bisa membuktikan adanya perjanjian tersebut. Untuk melakukan pembuktian, perlu diketahui dua hal dasar yang mesti ada dalam suatu perjanjian, pertama niat dari para pihak dan kedua adanya prestasi yang timbul dari perjanjian.

Sehingga untuk membuktikan adanya perjanjian lisan, dapat dilihat dari kerelaan para pihak untuk mengikatkan diri. Adanya pelaksanaan hak  dan kewajiban mengikuti perjanjian tersebut.  Pekerja melakukan pekerjaan dan perusahaan membayar upah. Atau dapat buktikan dalam suatu perusahaan yang memiliki aplikasi data pekerja.

Pasal 62 UU Ketenagakerjaan, mengatur:

“Apabila salah satu pihak mengakhiri hubungan kerja sebelum berakhirnya jangka waktu yang ditetapkan dalam perjanjian kerja waktu tertentu, atau berakhirnya hubungan kerja bukan karena ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 ayat (1), pihak yang mengakhiri hubungan kerja diwajibkan membayar ganti rugi kepada pihak lainnya sebesar upah pekerja/buruh sampai batas waktu berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja,”



Komentar

Populer Post

An Nadzir dan Idul Fitri

Masyarakat Pojok Makassar

Ternak Masuk Lahan Tetangga Kena Denda, Setuju?