Api

       Di subuh buta, sekitar jam tiga dini hari terjadi kebakaran di salah satu rumah berlantai dua di area pemondokan mahasiswa Unhas jalan Poltek, Jumat (4/10). Kejadian itu tepat di belakan gedung Workshop Unhas. Bangunan ruko yang digunakan sebagai tempat usaha cuci pakaian, warnet, dan penjual jajanan itu terus mengeluarkan lida-lida api. Ratusan warga yang hampir semuanya mahasiswa Unhas meninggalkan kasur mereka untuk memmbantu memadamkan kobaran si jago merah yang mengamuk. Untukngnya lokasi itu tak jauh dari jangkauan kendaraan pemadam yang disiapkan Unhas. Dengan kerjasama semua orang disana, api tak meluas ke rumah lain.

       Setelah tiga jam, berkali-kali mobil pemadam diisi ulang, dan puluhan ember air telah disiramkan ke kobaran api, akhirnya membuahkan hasil. Merah panas berganti asap putih tebal. Sejumlah mahasiswa kemudian menerobos asap, lalu masuk di tengah banguna yang telah hangus dengan mengarahkan pipa pemadam yang menyemprotkan air pada bara yang masih tersisa.

Sejumlah mahasiswa yang tinggal di sekitar kejadian ikut memadamkan api
yang melahap satu unit bangunan ruko.

       Di balik tragedi kebakaran itu, ada cerita menarik. Nampaknya musibah itu menarik perhatian sebagian besar mahasiswa yang tinggal dekat lokasi kejadian. Mereka berasal dari fakultas yang berbeda. Kemudian membantu pemadaman api tanpa melihat bendera fakultas maupun perbedaan apapun. Padahal sehari sebelumnya ada peristiwa ganjil yang telah merusak nama almamater. Lebih dari dua fakultas terlibat tawuran dengan alasan yang sangat klasik. Awalnya individu melawan individu dan diselesaikan dengan kelompok.


        Nah, di peristiwa subuh itu semua seakan melupakan ‘api’ kemarahan di antara mereka. Mahasiswa itu lebih fokus memadamkan api yang melalap ruko milik orang yang mungkin tak mengenal meraka. Mungkin itu sebuah filantropi alamia yang dimiliki manusia. Rasa kedermawanan yang muncul ketika melihat sesamanya ditimpa musibah.

    Namun sayang, keakraban itu kembali rusak keesokan harinya. Bertepatan dengan kedatangan Gubernur DKI Jakarta, Joko Widodo, sejumlah mahasiswa lagi-lagi adu kemampuan melempar batu, genting, pecahan kaca, dan benda apapun yang mampu mereka lemparkan. Walaupun berhasil memadamkan api hingga hingga tak tersisa satu bara pun. Tapi mereka (mahaisiswa) itu tak mampu memadamkan ‘bara’ perselisihan mereka. Bara kecil yang dengan mudah disulut dengan angin sekecil apapun.

   Memang banyak yang tak menyadari siapa saja yang terlibat pada aksi heroik memadamkan kobaran api waktu itu. Namun satu hal yang pasti, api semangat filantropi telah menyelamatkan ratusan rumah di pemukiman padat itu dari musibah besar. Sedikit saja terlambat ditangani, ratusan indekos di sana. Terasa aneh. Jika dengan semangat kebersamaan dan filantropi mereka mampu memadamkan api yang mengamuk.

     Kemudian keesokan hari mereka membangkitkan ‘api’ kemarahan untuk menyerang kelompok manusia lain yang semalam berjuang bersama memadamkan api. Lantas mengapa  hal itu tak dibalik saja. Sebenarnya ada api yang tersisa dari kebakaran itu, api filantropi. Api semangat membantu sesama, kedermawanan terhadap sesama. Dengan bekal api itu, sebenarnya bisa meredam api amarah di antara mereka, kemudian memelihara api semangat persahabatan. 


.:: Sebuah kisah dan pembuktian kekuatan filantropi mahasiswa Unhas. Tak ada kebencian yang mengalahkan persaudaraan mereka ::.


Komentar

Populer Post

An Nadzir dan Idul Fitri

Masyarakat Pojok Makassar

Ternak Masuk Lahan Tetangga Kena Denda, Setuju?