Putra, si Juru Parkir
Int. Ilustrasi. |
Mulai jam tiga sore anak ke enam dari sembilan bersaudara ini telah bermain dengan asap kendaraan. Kepanasan saat cuaca cerah tanpa mendung, kedinginan diwaktu malam tiba. Setelah larut malam, sekitar jam sebelas, barulah ia dijemput sang ayah dengan sepeda motor.
Perannya sebagai juru parkir mengajarkan Putra tuk jadi anak yang keras. Jika ada pengguna kendaraan yang tak bayar parkir maka ia akan menggemboskan kendaraan itu. "Saya biarkan saja. Saya catat DD nya (nomor polisi untuk Sulsel), nanti kalau dia kembali lagi, saya kasi bocor bannya, " katanya dengan santai seakan hal macam itu sudah biasa dilakukannya.
Mungkin Putra belum sadar baik dan buruk apa yang dilakukannya, mengempeskan ban roda kendaraan orang lain, padahal lahan parkir itu toh bukan milik individu siapapun. Sebab berada di tepi jalan. toh ia juga tak menyediakan karcis penggunaan jasa parkir dengan stempel pemerinta kota. Jadi tak ada hak untuknya melakukan itu.
Namun pengalaman dan lingkungan mengajarkan nilai baik buruk yang salah. Lingkungan terdekatnya- keluarga- menanamkan pandangan bahwa lahan parkir merupakan hak mereka sebagai juru parkir.
Mungkin terlalu cepat untuknya menerima beban tugas mencari nafka di usianya sekarang yang baru mencapai 12 tahun. Pekerjaan yang akan merebut masa kecilnya. Kemudian menjadikan Putra manusia keras hati, yang menggunakan otot sebagai solusi masalah, bukan otak.
Komentar