Kembalikan Pedang dan Timbangan sang Dewi

      Tak Ada Lagi Keadilan, yang ada tertinggal hanyalah arogansi. Setelah kasus korupsi yang menjerat mantan Ketua Mahkamah Konstitusi, Akil Mochtar. Bangunan keadilan bangsa yang retak kini benar-benar hancur. Tak banyak lagi yang ingin menyerahkan hidup mereka pada keputusan hakim. 

      Beberapa hari berselang penetapan tersangka si Akil, digelarlah  sidang perkara sengketa Pemilihan Kepala Daerah Provinsi Maluku di gedung Mahkamah Konstitusi, Kamis (14/11/2013) siang. Hakim mengetuk palu dan memutus perkara. Hasilnya tak ada gugatan yang diterima, artinya hasil keputusan KPU Maluku, dua pasangan berhak maju ke pemilihan putaran kedua tetap dijalankan. Dua pasangan maju ke putaran kedua : Pasangan Abdullah Vanath-Martin Maspaitella (DAMAI) dan pasangan Said Assagaff- Zeth Sahuburua (SETIA).

Int.Google
    Keputusan itu tak diterima pasangan yang merasa dirugikan. dengan kekuatan massa, mereka memaksakan kehendak. Menampakkan sikap arogansi,  lancang menghancurkan ruang sidang. Parahnya lagi, massa tak beretika itu hampir saja menyerang hakim yang memimpin sidang. Hakim yang harusnya dipaggil dengan sebutan "Yang Mulia" saat di ruangan itu. 

    Tak sampai disitu, martabat pengadilan benar-benar hancur. Pagi tadi, Sabtu (30/11), pemandangan ganjil mewarnai tayangan di layar kaca. Puluhan warga Jakarta yang terkena razia penertiban jalur Busway  menghadiri persidangan. Hakim memutus besar denda buat mereka sebesar Rp 200.000,- (dua ratus ribu). Merasa denda terlalu berat, puluhan penyerobot jalur itu lalu mengepung majelis hakim yang memimpin sidang. Mereka menuntut keputusan hakim dianulir. Karena takut mendapat perlakuan kasar dari massa yang marah, hakim-hakim itu pun meninggalkan ruang sidang. setelah berdialog dengan 'perusuh' tadi, akhirnya hakim mencabut putusannya kemudian mengurangi jumlah denda hingga Rp 75. 000,-. 

    Mungkin hakim menganggap itu hanya perkara ringan, sehingga dengan mudah mengganti putusan. Namun menurut saya, tindakan-tindakan yang mengancam keselamatan hakim dan perbuatan yang merusak ketenangan di ruang sidang telah masuk dalam perbuatan 'Penghinaan terhadap Pengadilan (contemp of court). 

     Harus ada tindakan nyata tuk mengembalikan wibawa lembaga kehakiman di negeri ini. Bukan hanya tugas Hamdan Sulva sebagai Ketua MK. Namun perlu aturan yang mempertegas hukuman bagi pelaku Penghinaan Terhadap Pengadilan itu. Tanpa penghormatan terhadap pengadilan, maka konstitusi kita yang mengatakan "Indonesia sebagai negara hukum" patut dipertanyakan. Manusia tanpa hukum akan menjadi manusia tak berADAB.

Dan tentu, kaki tangan hukum harus orang terpilih yang mestinya nyaris cacat hukum sekecil apapun. KORUPSI jelas Cacat yang amat Besar.

Komentar

Populer Post

An Nadzir dan Idul Fitri

Masyarakat Pojok Makassar

Ternak Masuk Lahan Tetangga Kena Denda, Setuju?